Film animasi dari era ’90-an punya tempat tersendiri di hati banyak penikmat visual. Bukan hanya karena jadi bagian dari masa kecil, tapi juga karena kualitas cerita dan eksplorasi teknisnya yang masih terasa kuat hingga hari ini. Judul-judul seperti The Lion King, Beauty and the Beast, hingga Ghost in the Shell berhasil menghadirkan pengalaman sinematik yang bertahan lintas generasi.
Di balik layar, para kreator pada dekade itu sedang dalam masa paling eksperimental. Perpaduan antara animasi tradisional dengan sentuhan CGI yang masih baru saat itu, menghasilkan karya-karya yang nggak cuma tampil memikat secara visual, tapi juga berani mengeksplorasi tema-tema emosional dan filosofis.
Amerika Serikat mencatat masa ini sebagai era renaissance-nya animasi. Disney kembali bersinar lewat deretan karya klasik yang membawa dongeng ke level baru, dengan pendekatan visual dan musikal yang belum pernah ada sebelumnya. Sementara itu, Jepang justru mengeksplorasi sisi lain dari animasi.
Studio Ghibli dan kreator lainnya membawa cerita yang lebih dewasa dan menyentuh secara personal seperti Only Yesterday yang mengulik ingatan masa kecil dengan pendekatan realistis, atau Ghost in the Shell yang menyoroti eksistensi di tengah dunia yang makin digital dan dingin.
Menariknya, di tengah kemajuan CGI, animasi stop-motion juga tetap mencuri perhatian. Film seperti The Nightmare Before Christmas dan James and the Giant Peach membuktikan bahwa pendekatan tradisional tetap mampu menyampaikan kedalaman cerita dengan estetika yang unik.
Lebih dari sekadar nostalgia, film animasi ’90-an menyimpan kualitas artistik dan emosional yang masih relevan hingga sekarang. Setiap detailnya memperlihatkan ambisi besar di balik teknologi yang terbatas, dan justru di situlah letak daya magisnya – Jujur, eksperimental, dan penuh rasa.

